Minggu, 13 Februari 2011

Gangguan Genetik Sindrom Down

Sindrom Down adalah sebuah gangguan genetik yang disebabkan oleh trisomi kromosom 21. Gangguan ini adalah gangguan kromosom tersering yang dijumpai dalam kelahiran hidup, yaitu 1 dari 800 kelahiran hidup. Pada 95% kasus, sindrom Down disebabkan oleh nondisjungsi kromosom ibu nomor 21 selama meiosis. Insidens sindrom Down yang berhubungan dengan nondisjungsi meningkat seiring dengan usia ibu. Sindrom Down terjadi pada 1 dari 1350 bayi yang lahir dari ibu berusia kurang dari 24 tahun, dan 1 dari 65 bayi yang lahir dari ibu berusia 41 sampai 45 tahun. Kurang dari 5% kasus sindrom Down yang dapat dilacak berasal dari kromosom ekstra ayah. Penyebab sindrom Down ketiga yang tidak lazim adalah translokasi total atau sebagian dari salah satu duplikat kromosom 21 normal menjadi kromosom yang berbeda, biasanya menjadi kromosom 13, 14, 15, 18, atau 22, namun kromosom lain juga dapat menjadi target. Anak yang mengidap sindrom Down memiliki tingkat retardasi mental yang bervariasi, sering dapat diintervensi secara positif dengan program intervensi anak secara dini.

Gambaran Klinis
• Tingkat retardasi mental bervariasi.
• Mata Sipit ke arah atas, tangan pendek, hanya memiliki satu lipatan pada telapak tangan (simian crease), dan telinga letak rendah.
• Tubuh pendek.
• Lidah menonjol.

Perangkat Diagnostik
• Uji genetik pranatal (amniosentesis atau pengambilan sampel vilus korion) dapat mengidentifikasi janin pengidap sindrom Down.
• Pemeriksaan darah ibu dapat mengidentifikasi janin yang berisiko tinggi mengidap sindrom Down. Dalam sebuah uji yang disebut uji quad, empat bahan maternal yang bersirkulasi ditubuh diukur se- lama trimester dua kehamilan. Setelah didapatkan hasilnya, kasus sindrom Down pada ibu adalah 75 % pada ibu berusia kurang dari 35 tahun dan 85%-90% pada ibu berusia 35 tahun atau lebih. Bahan maternal ini meliputi:

Estriol tak-terkonjugasi (uE3).
uE3 diproduksi oleh plasenta. Kadarnya menurun sekitar 25% dalam serum ibu yang kehamilannya disertai sindrom Down dibandingkan kehamilan tanpa sidrom Down.
• Alfafetoprotein (AFP). AFP adalah protein serum utama dari janin. AFP berpindah dari sirkulasi janin ke sirkulasi maternal. Kadar AFP menurun pada serum maternal ibu yang mengandung janin sindrom Down. Kadar AFP juga digunakan untuk mendeteksi defek tuba neural janin dan anensefali, dan kadar AFP meningkat pada kedua defek ini.
Human chorionic gonadotropin (hCG). hCG diproduksi selama ke-hamilan, awalnya oleh trofoblas dan kemudian oleh plasenta. Kadarnya dalam serum maternal lebih tinggi pada kehamilan dengan sindrom Down dibandingkan tanpa sindrom Down.

Inhibin A.
Inhibin A adalah suatu glikoprotein yang dibentuk selama kehamilan terutama oleh plasenta. Inhibin A meningkat pada ibu yang mengandung janin sindrom Down.
• Skrining ultrasound pranatal menunjukkan adanya tanda-tanda fisik janin sindrom Down, terutama kelainan dalam ketebalan nuchal (bagian belakang leher).
• Karyotyping genetik setelah lahir dapat memastikan diagnosis klinis sindrom Down.

Komplikasi
• Defek kongenital jantung atau organ lain sering terjadi berkaitan dengan sindrom Down.
• Risiko leukemia di masa kanak-kanak dapat meningkat pada anak pengidap sindrom Down. Hal ini berkaitan dengan pengamatan bahwa sebagian bentuk leukemia dapat berhubungan dengan defek pada kromosom 21. Pengidap sindrom Down juga biasanya menderita penyakit Alzheimer selama empat atau lima dekade kehidupannya. Hal ini berkaitan dengan hasil pengamatan bahwa penyakit Alzheimer dapat muncul sebagian karena defek pada kromosom 21.
• Sekitar 20% janin sindrom Down mengalami abortus spontan ‘antara masa kehamilan 10 dan 16 minggu. Banyak janin tidak berimplantasi pada endometrium atau ibu mengalami keguguran sebelum masa kehamilan 6 sampai 8 minggu.

Penatalaksanaan
• Mungkin diperlukan pembedahan apabila terdapat defek kongenital lain.
• Program intervensi dini dapat membatasi derajat retardasi mental.

Mata Juling (strabismus)

Pada juling, sumbu penglihatan kedua mata tidak sejajar. Keadaan ini lumrah terjadi pada anak usia 3-6 bulan, dimana koordinasi otot-otot mata belum sempurna. Kadang-kadang penyimpangan ini bertahan hingga mudah dikenal dan segera diketahui oleh dokter mata yang dikunjungi. Pada usia anak 18 bulan, penyimpangan bola mata sebelah lumrah terjadi dalam beberapa detik. Setelah usia anak makin tua di atas 18 bulan, namun keadaan penyimpangan bola mata sudah tidak normal maka perlu segera diperbaiki.

Klasifikasi strabismus
- Esotropia (konvergent strabismus), mata menyimpang ke tengah.
- Exotropia (divergent strabismus), dimana mata menyimpang ke samping.
- Hypertropia mata menyimpang waktu melihat ke atas.
- Hipotropia, mata menyimpang waktu melihat ke bawah.
- Esoporia (kedua bola mata cenderung menyatu ke tengah).
- Exoporia (kedua bola mata cenderung menyimpang ke luar).

Hal-hal yang perlu diketahui oleh seorang guru atau orang tua terhadap anak yang juling:
1. Rangsang dan dorong anak untuk menguraikan dengan jelas apa yang dia butuhkan, tetapi setelah anak menjelaskan kebutuhannya, jangan disepelekan.
2. Perhatikan dan biarkan anak mendekatkan obyek yang dilihat dan bagaimana anak memiringkan kepala atau bagian tubuh lain untuk memperjelas penglihatannya.
3. Perhatikan anak kalau melihat sesuatu, berusaha menggunakan benda atau cara untuk memperjelas penglihatan, bahan kontras, dan lain lain. Bantu anak dalam usaha ini.
4. Papan peragaan bisa menolong anak untuk usaha di atas dan tempatkan pada jarak dan ketinggian yang enak buat penglihatan anak.
5. Biarkan anak untuk memilih tempat duduk yang enak bagi dia. Seringnya anak mendekati papan peragaan dan pada sisi tertentu.
6. Alat bantu untuk memudahkan anak memperjelas penglihatan kadang-kadang diperlukan.
7. Guru membacakan tugas agak keras dan jelas, begitu juga waktu menggambarkan suatu diagram.
8. Biarkan anak menggunakan alat-alat untuk mengurangi kesilauan, seperti botol tinta, topi, dan payung.
9. Berikan tambahan waktu bagi anak untuk melengkapi tugasnya dan untuk memperhatikan obyek yang dilihat.
10. Sinar sebaiknya datang dari belakang anak dan terfokus pada obyek yang akan dilihat.
11. Tempatkan warna yang kontras dengan warna obyek yang akan dilihat. Dan jelas perbedaan warna antara gambar, garis, dan latar belakangnya.
12. Dalam permainan game bola, anak mengalami kesukaran mengikuti gerakan bola yang cepat.

Kaca mata pada anak
Dari pengamatan para ahli, ternyata anak yang menderita Sindrom Down, 60% menderita gangguan penglihatan, dan perlu kaca mata untuk mengatasinya. Sindrom Down adalah suatu kelaihan kromosom.

Tanda-tanda fisik anak Sindrom Down:
• Tengkorak kepala kecil.
• Bagian depan dan belakang kepala agak datar.
• Jembatan hidung mendatar.
• Ruas jari tangan dan kaki pendek.
• Jarak jari I dan II lebar.

Setelah melalui pemeriksaan ahli, diberikan koreksi yang sesuai dengan kondisi anak, apakah perlu kaca mata, lensa kontak, atau pengobatan dengan cara latihan dan bimbingan melihat, tergantung kondisi gangguan penglihatan anak. Beberapa tip untuk pengamanan mata:
1. Yakinkan bahwa bahan bacaan untuk pekerjaan rumah dan komputer berada dalam ruangan dengan sinar yang memadai dan tidak menyilaukan.
2. Harus ada waktu istirahat selama 15 menit bila menggunakan komputer untuk waktu yang lama.
3. Bila anak menonton televisi, anak harus duduk di kejauhan (sekitar 2,5-3 m) dari pesawat televisi.
4. Kalau menggunakan komputer, anak duduk dengan jarak sekitar 48 cm dari monitor.
5. Anak selalu diingatkan hasrus memakai helm dan pelindung mata bila ikut latihan atletik dan kegiatan rekreasi lain. Karena trauma pada mata bisa menimbulkan gangguan penglihatan seumur hidup.
6. Begitu juga bila anak menggunakan sepeda motor, ingatkan selalu agar tidak lupa memakai helm pelindung trauma pada kepala.

Makan sayur wortel memang baik untuk mata. Satu buah wortel mengandung vitamin A sebanyak 2 kali lipat vitamin A yang dibutuhkan dalam sehari. Seringnya orang tua hanya mendesak anak agar makan sayuran. Bila anak tidak suka wortel, silakan memilih sayuran lain yang disukainya dan yang dirasakannya enak. Akhir-akhir ini banyak yang mengiklankan antioksidan. Zat yang diyakini dapat mencegah timbulnya penyakit pada mata. Memang sudah banyak ahli mengemukakan bahwa antioksidan bisa mengurangi risiko timbulnya katarak dan degenerasi manula.

Herniasi: Definisi, Patofisiologi dan Gambaran Klinis

Definisi
Hernia merupakan penonjolan viskus atau sebagian dari viskus melalui celah yang abnormal pada selubungnya.

Hal-hal kunci
- Hernia dinding abdomen sering terjadi dan menyebabkan berbagai gejala.
- Hernia femoralis lebih sering pada wanita daripada pria, namun hernia inguinalis merupakan hernia terbanyak pada wanita.
- Semua hernia femoralis membutuhkan perbaikan segera karena adanya risiko komplikasi.
- Hernia ingunalis dapat diperbaiki tergantung dari gejala.

Tipe
Sering
- Umbilikal/para-umbilikal.
- Inguinal (direk dan indirek).
- Femoral.
- Insisional.

Jarang
- Epigastrik.
- Gluteal, lumbal, obturator.

Patofisiologi
- Defek pada Binding abdomen dapat kongenital) (misalnya: hernia umbilikalis, kanalis femoralis) atau didapat (misalnya akibat suatu insisi) dan dibatasi oleh peritoneum (kantung)
- Peningkatan tekanan intraabdomen lebih lanjut membuat defek semakin lemah dan menyebabkan beberapa isi intraabdomen (misalnya: omentum, lengkung usus halus), keluar melalui celah tersebut.
- Isi usus yang terjebak di dalam kantung menyebabkan inkarserasi (ketidakmampuan untuk mengurangi isi) dan kemungkinan strangulasi (terhambatnya aliran darah ke daerah yang mengalami inkarserasi).

Gambaran Klinis
- Pasien datang dengan benjolan di tempat lokasi hernia.
- Hernia femoralis berada di bawah dan lateral dari tuberkulum pubikum. Biasanya hernia ini mendatarkan garis-garis kulit di lipatan paha dan 10 kali lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria. 50% kasus merupakan kasus kegawatdaruratan bedah akibat terobstruksinya isi hernia dan 50% dari kasus ini membutuhkan reseksi usus halts. Hernia femoralis tidak dapat dikembalikan ke tempat semula (irreducible).
- Hernia inguinalis dimulai pada bagian alias dan medial terhadap tuberkulum pubikum namun dapat turun lehih luas jika membesar, biasanya mempertegas garis-garis lipatan paha. Sebagian besar ringan dan jarang mengalami komplikasi.

(a) Hernia inguinalis indirek dapat dimasukkan dengan tekanan oleh jari-jari di sekitar cincin inguinalis interna, mungkin seperti leper yang sempit dan banyak terjadi pada pria usia muda (3% per tahun terjadi dengan komplikasi).
(b) Hernia inguinalis direk biasanya memiliki leper yang lebar, sulit dimasukkan dengan penekanan jari-jari tangan dan lebih sering pada pria usia tua (0.3% kasus per tahun mengalami strangulasi).

Tonjolan hernia insisional, biasanya berleher lebar, sulit dikontrol oleh tekanan dan diperjelas dengan menegangkan rektum. Hernia insisional yang besar dan kronis dapat berisi sejumlah besar usus halus dan dapat irreducible atau tidak dapat diperbaiki akibat hilangnya isi perut bagian kanan’.
- Hernia umbilikalis sejati timbul sejak lahir dan mempunyai defek simetris pada umbilikus karena kegagalan menutup.
- Hernia para-umbilikalis terjadi karena defek didapat pada fasia periumbilikalis.

Penatalaksanaan penting
- Nilai hernia untuk: keparahan gejala, risiko komplikasi (tipe, ukuran leher hernia), kemudahan untuk perbaikan (lokasi, ukuran), kemungkinan berhasil (ukuran, banyaknya isi perut kanan yang hilang).
- Nilai pasien untuk: kelayakan operasi, pengaruh hernia terhadap gaya hidup (pekerjaan, hobi).
- Perbaikan dengan bedah biasanya ditawarkan pada pasien-pasien dengan:
a. hernia dengan risiko komplikasi apapun gejalanya
b. hernia dengan adanya gejala-gejala obstruksi sebelumnva.
c. hernia dengan risiko komplikasi yang rendah namun dengan gejala yang mengganggu gaya hidup, dan sebagainya.

Prinsip pembedahan
- Herniotomi: eksisi kantung hernianya saja untuk pasien anak.
- Herniorafi: memperbaiki defek—perbaikan dengan pemasangan jaring (mesh) yang biasa dilakukan untuk hernia inguinalis, yang dimasukkan melalui bedah terbuka atau laparoskopik.

Komplikasi pembedahan
- Hemtoma (luka atau pada skrotum).
- Retensi urin akut.
- Infeksi pada luka.
- Nyeri kronis.
- Nyeri dan pembengkakan testis yang menyebabkan atrofi testis.
- Rekurensi hernia (sekitar 2%).

Asuhan Keperawatan (Askep) Meningitis

Secara ringkas, pengertian dari meningitis adalah inflamasi pada meningen atau membran (selaput) yang mengelilingi otak dan medula spinalis. Penyebab meningitis meliputi:
1) bakteri, piogenik yang disebabkan oLeh bakteri pembentuk pus, terutama meningokokus, pneumokokus, dan basil influensa;
2) virus, yang disebabkan oleh agens-agens virus yang sangat bervariasi; dan
3) organisme jamur.

Patofisioiogi
Patofisiologi klien dengan meningitis dapar dilihat pada gambar di bawah ini:
Patofisiologi Meningitis

Anamnesis
Anamnesis pada meningitis meliputi keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, dan pengkajian psikososial (pada anak perlu dikaji dampak hospitalisasi.

Keluhan utama
Hal yang sering menjadi alasan klien atau orang tua membawa anaknya untuk meminta pertolongan keschatan adalah suhu badan tinggi, kejang, dan penurunan tingkat kesadaran.

Riwayat penyakit sekarang
Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui untuk mengetahui jenis kuman penyebab. Di sini harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai terjadinya serangan, sembuh, atau bertambah buruk. Pada pengkajian klien dengan meningitis biasanya didapatkan keluhan yang berhubungan dengan akibat infeksi dan peningkatan tekanan intrakranial. Keluhan tersebut di antaranya sakit kepala dan demam adalah gejala awal yang sering. Sakit kepala dihubungkan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi meningen. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan penyakit. Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan pengkajian lebih mendalam, bagaimana sifat timbulnya kejang, stimulus apa yang sering menimbulkan kejang dan tindakan apa yang telah diberikan dalam upaya menurunkan keluhan kejang tersebut. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan meningitis bakteri. Disorientasi dan gangguan memori biasanya merupakan awal adanya penyakit. Perubahan yang terjadi bergantung pada beratnya penyakit, demikian pula respons individu terhadap proses fisiologis. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan koma. Pengkajian lainnya yang perlu ditanyakan seperti riwayat selama menjalani perawatan di RS, pernahkah menjalani tindakan invasif yang memungkinkan masuknya kuman ke meningen terutama tindakan melalui pembuluh darah.

Riwayat Penyakit Terdahulu
Pengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan adanya huhungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah klien mengalami infeksi jalan napas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala dan adanya pengaruh immunologis pada masa sebelumnya. Riwayat sakit TB paru perlu ditanyakan kepada klien terutama jika ada keluhan batuk produktif dan pernah menjalani pengobatan obat anti tuberkulosis yang sangat berguna untuk mengidentifikasi meningitis tuberkulosa. Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat kortikosteroid, pemakaian jenis-jenis antibiotik dan reaksinya (untuk menilai resistensi pemakaian antibiotik) dapat menambah komprehensifnya pengkajian. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.

Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien meningitis meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Sebagian besar pengkajian ini dapat diselesaikan melalui interaksi menyeluruh dengan klien dalam pelaksanaan pengkajian lain dengan memberi pertanyaan dan tetap melakukan pengawasan sepanjang waktu untuk menentukan kelayakan ekspresi emosi dan pikiran. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).

Pengkajian mengenai mekanisme koping yang secara sadar biasa digunakan klien selama masa stres, meliputi kemampuan klien untuk mendiskusikan masalah kesehatan saat ini yang telah diketahui dan perubahan perilaku akibat stres.

Pada pengkajian pada klien anak perlu diperhatikan dampak hospitalisasi pada anak dan family center. Anak dengan meningitis sangat rentan rerhadap tindakan invasif yang sering dilakukan untuk mengurangi keluhan, hal ini memberi dampak stres pada anak dan menyebabkan anak kurang kooperatif terhadap tindakan keperawatan dan medis. Pengkajian psikososial yang terbaik dilaksanakan saat observasi anak-anak bermain atau selama berinteraksi dengan orang tua. Anak-anak sering kali tidak mampu untuk mengekspresikan perasaan mereka dan cenderung untuk memperlihatkan masalah mereka melalui tingkah laku.

Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda vital (TTV)
Pada klien meningitis biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh tubuh dari normal 38-41° C, dimulai pada fase sistemik, kemerahan, panas, kulit kering, berkeringat. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dan iritasi meningen yang sudah mengganggu pusat pengatur suhu tubuh. Penurunan denyut nadi berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK. Jika disertai peningkatan frekuensi napas sering kali berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme umum dan adanya infeksi pada sistem pernapasan sebelum mengalami meningitis. Tekanan darah (TD) biasanya normal atau meningkat dan berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK.

B1 (Breathing)
Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas dan peningkatan frekuensi napas yang sering didapatkan pada klien meningitis yang disertai adanya gangguan pada sistem pernapasan. Palpasi toraks hanya dilakukan jika terdapat deformitas pada tulang dada pada klien dengan efusi pleura massif (jarang terjadi pada klien dengan meningitis). Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan meningitis tuberkulosa dengan penyebaran primer dari paru.

B2 (Mood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular terutama dilakukan pada klien meningitis pada tahap lanjOt seperti apabila klien sudah mengalami renjatan (syok). Infeksi fulminasi terjadi pada sekitar 10% klien dengan meningitis meningokokus, dengan tanda-tanda septikemia: demam tinggi yang tiba-tiba muncul, lesi purpura yang menyebar (sekitar wajah dan ekstremitas), syok dan tanda-tanda koagulasi intravaskular diseminata (CID). Kematian mungkin terjadi dalam beberapa jam setelah serangan infeksi.

B3 (Brain)
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.

Pengkajian Tingkat Kesadaran. Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkar kewaspadaan klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persaralan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.

Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien meningitis biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.

Pengkajian Fungsi Serebral.
Status mental: observasi penampilan, tingkah laku, nilai gays bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien meningitis tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.

Pengkajian Saraf Kranial. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf I-XII.
• Saraf I. Biasanya pada klien meningitis tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
• Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan papiledema mungkin didapatkan terurama pada meningitis supuratif disertai abses serebri dan efusi subdural yang menyebabkan terjadinya pen ingka tan TIK berlangsung lama.
• Sarni III, IV, dan VI. Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada klien meningitis yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa kelainan. Pada tahap lanjut meningitis yang retail mengganggu kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akin didapatkan. Dengan alasan yang tidak diketahui, klien meningitis mengelith mengalami fotofobia atau sensitif yang berlebihan terhadap cahaya.
• Saraf V. Pada klien meningitis umumnya tidak didapatkan paralisis pada otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan.
• Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris.
• Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
• Saraf IX dan X. Kemampuan menelan baik.
• Sara XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Adanya usaha dad klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk (rigiditas nukal)
• Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal.

Pengkajian Sistem Motorik. Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan, dan koordinasi pada meningitis tahap lanjut mengalami perubahan.

Pengkajian Refleks. Pemeriksaan refleks profunda, pengetukan pada tendon, ligamentum arau periosteum derajat refleks pada respons normal. Refleks patologis akan didapatkan pada klien meningitis dengan tingkat kesadaran koma. Adanya refleks Babinski (+) merupakan tanda lesi UMN.

• Gerakan Involunter Tidak ditemukan adanya tremor, tic, dan distonia. Pada keadaan tertentu klien biasanya mengalami kejang umum, rerutama pada anak dengan meningitis disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang dan peningkatan TIK juga berhubungan dengan meningitis. Kejang terjadi sekunder akibat area fokal kortikal yang peka.

Pengkajian Sistem Sensorik.
Pemeriksaan sensorik pada meningitis biasanya didapatkan sensasi raba, nyeri, suhu yang normal, tidak ada perasaan abnormal di permukaan tubuh, sensasi propriosefsi, dan diskriminarif normal.

Pemeriksaan fisik lainnya terutama yang herhubungan dengan peningkatan TIK (tekanan intrakranial). Tanda-tanda peningkatan TIK sekunder akibat eksudat purulen dan edema serebral terdiri atas: perubahan karakterisrik tanda-tanda vital (melebarnya tekanan nadi dan bradikardia). Pernapasan tidak teratur, sakit kepala, muntah, dan penurunan tingkat kesadaran. Adanya ruam merupakan salah satu ciri yang mencolok pada meningitis meningokokus (neisseria meningitis). Sekitar setengah dari semua klien dengan ripe meningitis mengembangkan lesi-lesi pada k Mit di antaranya roam petekie dengan lesi purpura sampai ekimosis pada daerah yang luas. lritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda yang mudah dikenali yang umumnya terlihat pada semua ripe meningitis. Tanda tersebut adalah kaku kuduk, tanda Kernig (+), dan adanya tanda Brudzinski.

• Kaku Kuduk
Kaku kuduk merupakan tanda awal. Adanya upaya untuk fleksi kepala mengalami kesulitan karena adanya spasme otot-otot leher. Fleksi paksaan menyebabkan nyeri berat.

• Tanda Kernig Positif
Ketika klien dibaringkan dengan paha dalam keadaan fleksi ke arab abdomen, kaki tidak dapat diekstensikan sempurna.

• Tanda Brudzinski
Tanda ini didapatkan jika !cher klien difleksikan, terjadi fleksi lutut dan pinggul; jika dilakukan fleksi pasif pada eksrremitas bawah pada salah satu sisi, gerakan yang sama terlihat pada sisi ekstremitas yang berlawanan.

B4 (Bladder)
Pemeriksaan pada sistem perkemihan biasanya didapatkan berkurangnya volume pengeluaran urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal.

B5 (Bowel)
Mual sampai munrah disebabkan peningkatan produksi asam lambung. Pementihan nutrisi pada klien meningitis menurun karena anoreksia dan adanya kejang.

B6 (Bone)
Adanya bengkak dan nyeri pada sendi-sendi besar (khususnya lunit dan pergetangan kaki). Petekia dan lesi purpura yang didahului oleh roam. Pada pen ya kit yang berat dapat ditemukan ekimosis yang besar pada wajah dan ekstremitas. Klien sering mengalami penurunan kekuatan otot dan kelernahan fisik secara mum sehingga mengganggu ADL.

Pengkajian pada Anak
Pengkajian pada anak sedikit berbeda dengan klien dewasa, hal ini disebabkan pengkajian anamnesis lebih banyak pada orang tua dan pemeriksaan fisik yang berbeda karena belum sempurnanva organ pertumbuhan terutama pada neonatus. Pengkajian yang biasa didapatkan pada anak bergantung pada luasnya penyebaran infeksi di meningen dan usia anak. Hal lain yang memengaruhi klinis pada anak adalah jenis organisme yang menginvasi meningen dan seberapa keefektifan pemberian dari terapi, dalam hal ini adalah jenis antibiotik yang dipakai sangat berpengaruh terhadap klinis pada anak. Untuk memudahkan penilaian klinis, gejala pada meningitis pada anak dibagi menjadi tiga, yaitu anak, bayi, dan neonatus.

Pada anak manifestasi klinis timbulnya sakit secara tiba-tiba, adanya demam, sakit kepala, papas dingin, muntah, dan kejang-kejang. Anak menjadi rewel ‘Jan agitasi, serta dapat berkembang fotofobia, delirium, halusinasi, tingkah laku yang agresif atau mengantuk stupor dan koma. Gejala atau gangguan pada sistem pernapasan atau gastrointestinal seperti sesak napas, muntah dan diare. Tanda yang khas adalah adanya tahanan pada kepala jika difleksikan, kaku kuduk, tanda Kernig dan Brudzinski (+). Akibat perfusi yang tidak optimal biasanya memberikan tanda klinis kulit dingin dan sianosis. Gejala lainnya yang lebih spesifik seperti peteki (adanya purpura pada kulit) sering didaparkan apabila anak mengalami infeksi meningokokus (meningokoksemia), keluarnya cairan dari telinga merupakan gejala khas pada anak yang mengalami meningitis pneumococal dan congenital dermal sinus terutama disebabkan oleh infeksi E. Colli.

Pada bayi manifestasi klinisnya biasanya tampak pada anak usia 3 bulan sampai 2 tahun dan sering ditemukan adanya demam, nafsu makan menurun, muntah, newel, mudah lelah dan kejang-kejang, sena menangis meraung-raung. Tanda khas di kepala adalah fontanel menonjol. Regiditas nukal merupakan tanda meningitis pada anak, sedangkan tanda-tanda Brudzinski dan Kernig dapat terjadi namun lambat atau ada pada kasus meningitis tahap lanjut.

Pada neonatus biasanya masih sulit untuk diketahui karena manifestasi klinisnya tidak jelas dan tidak spesifik, namun pada beberapa keadaan gejalanya mempunyai kemiripan dengan anak yang lebih tua, neonatus biasanya menolak untuk makan, kemampuan untuk menetek buruk, gangguan gastrointestinal berupa muntah dan kadang-kadang diare. Tonus otot lemah, pergerakan melemah dan kekuatan menangis melemah. Pada kasus lanjut terjadi hipothermia/demam, ikterus, rewel, mengantuk, kejang-kejang, frekuensi napas yang tidak teratur/ apnoe, sianosis dan penurunan bcrat bahan, tanda fontanel menonjol mungkin ada atau tidak. Leher fleksibel dan tidak didaparkan adanya kaku kuduk. Pada fase yang lebih berat, terjadi kolaps kardiovaskular, kejang dan apnoe biasanya terjadi jika tidak diobati atau tidak dilakukan tindakan yang cepat.

Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik rutin pada klien meningitis, meliputi laboratoriurn klinik rutin (Hb, leukosit, LED, trombosit, retikulosit, glukosa). Pemeriksaan faal hemostasis diperlukan untuk mengetahui secara dini adanya DIC. Serum elektrolir dan glukosa dinilai untuk mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremi.

Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisis cairan otak. Lumbal pungsi tidak bisa dikerjakan pada pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial. Analisis cairan otak diperiksa untuk jumlah sel, protein, dan konsentrasi glukosa. Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak. Normalnya, kadar glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan pada pasien meningitis kadar glukosa cairan otaknya menu run dari nilai normal.

Untuk lebih spesifik mengetahui jenis mikroba, organism penyebab infeksi dapat diidentifikasi melalui kultur kuman pada cairan serebrospinal dan darah. Counter Immuno Electrophoreses (CIE) digunakan secara luas untuk mendeteksi antigen hakteri pada cairan tubuh, umumnya cairan serebrospinal dan urine.
Pemeriksaan lainnya diperlukan sesuai klinis klien, meliputi foto rontgen paru, dan CT scan kepala. CT scan dilakukan untuk menentukan adanya edema serebral atau penyakit saraf lainnya. Hasilnya biasanya normal, kecuali pada penyakit yang sudah sangat parah.

Pengkajian Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis lebih bersifat mengatasi etiologi dan perawat perlu menyesuaikan dengan standar pengobatan sesuai tempat bekerja yang berguna sehagai bahan kolaborasi dengan tim medis. Secara ringkas penatalaksanaan pengobatan meningitis, meliputi pemberian antibiotik yang mampu melewati darah—barier otak ke dalam ruang subaraknoid dalam konsentrasi yang cukup untuk menghentikan perkembangbiakan bakteri. Biasanya menggunakan sefalnposforin generasi keempat arau sesuai dengan hasil uji resistensi antibiotik agar pemberian antimikroba lebih efektif digunakan.

Diagnosis Keperawatan
1. Risiko peningkatan TiK yang berhubungan dengan peningkatan volume intrakranial, penekanan jaringan otak, dan edema screbral.
2. Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan inflamasi dan edema pada otak dan men ingen.
3. Ketidakelektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan akumulasi
sekret, penurunan kemampuan battik, dan peruhahan tingkat kesadaran.
4. Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan perubahan tingkat
kesadaran, depresi pada pusat napas di otak.
5. Gangguan perfusi jaringan perifer yang berhubungan dengan infeksi meningokokus.
6. Nyeri yang berhubungan dengan inflamasi pada meninges dan jaringan otak.
7. Hipertemia yang berhubungan dengan inflamasi pada meninges, peningkatan metabolisme umum.
8. Risiko tinggi deficit caftan yang berhubungan dengan muntah dan demam.
9. Risiko tinggi pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan asupan nutrisi tidak adekuat, mual, dan muntah.
10. Risiko tinggi trauma yang berhubungan dengan kejang berulang, fiksasi kurang optimal.
11. Gangguan ADL yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum.
12. Risiko tinggi koping individu dan keluarga tidak efektif yang berhubungan prognosis penyakit.
13. Ansietas yang berhubungan dengan parahnya kondisi.

Perencanaan
Sasaran klien dapat meliputi adanya peningkatan perfusi jaringan ke otak dan tidak terjadinya peningkatan TIK.

ASTHMA

Key vocabulary associated with these articles:
asthma, disease, condition, immune system, case, risk factors, breathe, symptoms, tightness, wheezing, pressure, infection, treatment, signs, features, sensitivity, inflammation, obstruction, exposure, allergens, breath

Article 1: Overview of Asthma discussion article with questions

Article 2: Information for the Patient discussion article with questions

Article 3: Asthma Medication discussion article with questions

Article 4: Asthma Medication Counseling discussion article with questions

Disease State Director for Articles 1 and 2 with asthma warm-up introduction sheet; the full article is listed in the students section. These were slightly abbreviated to keep them short for discussion purposes.

- Discuss the topic in groups of 2-4. Have students relay as much information as they can about the topic. Discuss as a class some of the topics that came up in group discussion.

- Go over the key vocabulary needed for the articles

- Give one article to each student for them to read. Once finished they should relay the article and all of its key points to their partner or group. Partners may ask questions, verify information and discuss at any length about the article but they are not permitted to read the article or questions beforehand.

- Once discussion is finished each member should answer the questions relating to the article their partner told them about. This should be done in interview fashion

Sabtu, 11 Desember 2010

nursing exercise

Why Learn English

Learning to speak English can change your life
-Learning English gives you the chance to live and work anywhere in the world.
-English is the language of international Business and Politics.
-English is the language of Science and IT.
-Most of the websites on the internet are in English.
-All of the great books have been written in or translated into English.
-Some of the best movies and TV shows ever made are in English.
If you know English you can:
-Study technical subjects much faster and more effectively
-Communicate with people all over the world
-Get a better job or make your business international.
-Travel almost anywhere.
-Keep up with world news and events
-Enjoy lots more opportunities in nearly every field.